BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekonomi merupakan kegiatan sosial masyarakat. Dalam
perkembangannya kegiatan Ekonomi mengalami perubahan-perubahan dari jaman
dahulu sampai sekarang. Salah satu perubahan yang muncul sebuah istilah ekonomi
syariah dan ekonomi konvensional. Kedua istilah ini mempunyai perbedaan yang
cukup substansif. Ekonomi konvensional merupakan sistem yang berlaku secara
umum dilakukan oleh masyarakat didunia sedangkan ekonomi syariah merupakan
system ekonomi yang berlandsaskan prinsip-prinsip syariah.
Ekonomi konvensional yang berlaku sekarang tidak lepas
unsur-unsur ketidakjelasan yang merugikan salah satu pihak, yang kaya semakin
kaya, yang miskin semakin miskin. Seseorang memperoleh kemakmuran diatas
kesengsaran orang lain. Moral dan etika yang dipakai adalah semata-mata
bagaimana mendapatkan keuntungan pribadi. Ketidakmampuan dalam mengelola ekspektasi
tindakan-tindakan yang akan diambil spekulan mengakibatkan terjadinya krisis
ekonomi. Untuk mengendalikan aksi spekulan dan mengatasi krisis, perlu
orang-orang yang memahami cara bekerja sistem ekonomi pasar yang ada.
Ketersediaan orang tersebut merupakan necessary condition. Ini amat penting
untuk mencegah krisis ekonomi yang bekepanjangan.
Apa sebenarnya inti masalah sehingga krisis merupakan bagian
nyata perjalanan sistem pasar? Sistem pasar pertama kali dikembangkan oleh Adam
Smith. Ia mengajarkan bahwa segala aktivitas ekonomi dilakukan melalui pasar.
Tujuannnya membahagiakan inidividu-individu sebagai pelaku ekonomi. Sistem ini
dapat bekerja karena adanya mekanisme invisible hands.
Di sini, individu dikenal sebagai homo economicus, yaitu pelaku
ekonomi yang mencari keuntungan bagi dirinya tanpa mengindahkan kepentingan
orang lain. Istilah yang terkenal untuk hal ini adalah kompetisi. Kompetisi
yang semula diharapkan menghasilkan efisiensi ternyata tak selalu berhasil.
Sebaliknya, kadang menimbulkan dampak negatif yang banyak kita kenal sekarang.
Akibat kompetisi, 'kebahagiaan sosial' atau `kebahagian masyarakat' banyak
terganggu bahkan tidak tercapai. Contohnya, pincangnya pendapatan baik nasional
maupun internasional. Usaha untuk mengurangi disparitas pendapatan sangat sulit
dilakukan. Saat ini, kita secara nasional sedang sibuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan belum sepenuhnya mencurahkan perhatian terhadap usaha yang
berkaitan dengan pembagian pendapatan. Secara internasional, terlihat bahwa
tindakan ekonomi yang ada lebih bertujuan meningkatkan kekayaan satu negara
tanpa memperhatikan apa yang terjadi pada negara lain. Dengan meningkatnya
kekayaan yang terjadi pada suatu negara. Tapi apakah hal ini juga akan terjadi
secara internasional? Akibat negatif lainnya adalah krisis ekonomi yang dialami
oleh perekonomi Indonesia atau dunia dewasa ini. Aksi spekulasi demi keuntungan
segelintir orang telah mengganggu kehidupan sosial dan masyarakat pada suatu
negara.
Lalu apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipsi berbagai
krisis yang selalu menyertai perjalanan sistem pasar? Paling tidak perlu orang
yang memahami jalannya sistem pasar itu secara baik. Di negara maju saja perlu
banyak ahli, termasuk peraih nobel ekonomi, untuk memahami berbagai dimensi
dari sistem pasar yang ada.
Walaupun demikian, kita melihat bahwa krisis selalu saja
menyertai jalannya sistem pasar yang ada. Bila begitu, kita harus
mempertimbangkan sistem baru selain sistem pasar yaitu sistem ekonomi Islami.
Sistem ini sekarang sedang digodok dan dikembangkan oleh para ahli, untuk
kepentingan sosial atau masyarakat yang selaras dan harmonis dengan kepentingan
individu. Tegasnya, dalam ekonomi Islam, kepentingan individu harus
diselaraskan dengan kepentingan masyarakat. Keseimbangan kepentingan masyarakat
dan individu ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta semesta. Oleh karena itu,
penting bagi umat manusia untuk mengembangkan sistem ekonomi yang tidak
menimbulkan krisis karena ulah para spekulan.
Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas masalah Bank
Konvensional dan Bank Syariah agar kita bisa membedakan mana yang lebih baik
untuk kelangsungan hidup kita.
Rumusan
Masalah
· Apakah
yang dimaksud dengan bank konvnsional?
· Apa
yang dimaksud dengan bamk syariah?
· Bagaimana
keunggulan bank syariah dari pada bank konvensional?
Tujuan
· Mengetahui
apa itu bank konvnsional.
· Mengetahui
apa itu bank syariah.
· Mengetahui
keunggulan bank syariah dari konvensional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah dikenal dengan nama lain : Bank Tanpa Bunga (La
Riba Bank), Bank Islam (Islamic Bank), dan Bank Nirbunga . Kegiatan dalam
praktik Bank Syariah merupakan bagian dari Muamalah. Muamalah adalah semua akad
yang membolehkan manusia saling menukarkan manfaatnya, yang dalam pembahasan
pada buku ini akan dikhususkan dalam operasional kegiatan muamalah dibidang
ekonomi melalui perbankan. Dalam buku ini istilah yang akan digunakan adalah
Bank Syariah.
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah Islam, yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu
kepada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Hadits. Makna bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah bank yang dalam
beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan Syariah Islam khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tatacara bermuamalah
dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk
diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan.
Bank yang tata cara operasinya mengacu kepada Al Qur’an dan
Hadits adalah bank yang tata cara beroperasinya mengikuti perintah dan larangan
yang tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits. Sesuai dengan perintah dan larangan
itu, maka yang dijauhi adalah praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman
Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak
dilarang oleh beliau.
Di dalam mengoperasionalkan Bank Syariah agar tidak
menyimpang dari tuntunan Syariah maka pada setiap Bank Syariah hanya diangkat
manager dan pimpinan bank yang sedikit banyak menguasai prinsip muamalah Islam.
Selain itu dibentuk Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional
bank dari sudut syariahnya.
Di dalam mengoperasionalkan Bank Syariah, dasar hukum
pertama adalah Al Qur’an dan Hadits. Berikut ini akan dinukil beberapa
ayat-ayat dalam Al Qur’an sebagai dasar operasional Bank Syariah, antara lain :
a.Al-Baqarah : 275, yang artinya : ”orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”.
b.Al-Imran : 130, yang artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
c.An-Nisa’ : 29, yang artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
bathil”.
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's?
Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB
`tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr&
4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Selain beberapa ayat Qur’an di atas maka berdasarkan hukum
positif, landasan dalam mengopersionalkan Bank Syariah adalah Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, di
dalamnya mengatur antara lain ketentuan tentang proses pendirian Bank Umum
Nirbunga. Berdasarkan Pasal 28 dan 29 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah,
mengatur tentang beberapa kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank
Syariah. Peraturan lainnya yang khusus mengatur Akad dalam kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005
tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran dana Bagi Bank yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip
Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan
Jasa Bank Syariah.
B. Sejarah Perkembangan Bank Syariah
Perkembangan Perbankan Syariah Internasional di dalam menguraikan tentang sejarah perkembangan Bank
Syariah di bawah ini akan diperhatikan dari perkembangan teoritis, kelembagaan
dan hukum positif mengenai Perbankan Syariah. Namun mengingat Perbankan Syariah
bukan merupakan fenomena khas Indonesia serta perkembangannya tidak mungkin
terjadi tanpa pengaruh dunia luar, maka akan diuraikan terlebih dahulu mengenai
Perkembangan Perbankan Syariah secara umum di luar Indonesia dan secara
Internasional.
Berdasarkan sumber dari Bank Indonesia, pengembangan
Perbankan Syariah secara Internasional dimulai pada tahun 1890, yaitu
keberadaan The Barclays Bank yang membuka cabang di Kairo Mesir dan pertama
kali mendapat kritik tentang bunga bank. Pada tahun 1900 -1930 mulai tersebar
adanya pemahaman bahwa bunga bank adalah riba. Pada tahun 1930 -1950.
Secara kelembagaan yang merupakan Bank Islam pertama adalah
Islamic Rural Bank yang didirikan di daerah Myt Ghamr oleh Dr. Ahmed El-Najar
yang permodalannya dibantu oleh Raja Faisal pada tahun 1963 hingga 1967 di
Kairo, Mesir, walaupun pada akhirnya operasionalnya diambil alih oleh National
Bank of Egypt dan Central Bank of Egypt . Myt Ghamr Bank dianggap berhasil
memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam dengan
menterjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan
yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian. Namun karena
persoalan politik, pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali Bank
Islam dengan nama Nasser Social bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial
daripada komersiil.
Secara kolektif gagasan berdirinya Bank Syariah di tingkat
Internasional muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia di Kuala
Lumpur, Malaysia pada bulan April 1969, yang diikuti 19 negara peserta.
Konferensi tersebut menghasilkan beberapa hal, yaitu:
1)
Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia
termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak haram hukumnya;
2)
Diusulkan supaya dibentuk suatu bank Syariah yang bersih dan sistem riba dalam
waktu secepat mungkin;
3)
Sementara waktu menunggu berdirinya bank Syariah, bank-bank yang menerpapkan
bunga diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat .
Pada tahun 1970, mulai bermunculannya bank dan lembaga
keuangan syariah lainnya di beberapa negara muslim serta aktivitas keilmuan dan
institusi-institusi strategis seperti Konferensi Ekonomi Islam.
Bank Syariah pertama yang bersifat swasta adalah Dubai
Islamic Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari
berbagai negara. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun sejak pendirian bank tersebut telah muncul lebih dari 50 (lima puluh)
bank yang bebas bunga . Pada tahun 1977 berdiri dua Bank Syariah dengan nama
Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun itu pula pemerintah Kuwait
mendirikan Kuwait Finance House .
Pada tahun 1990, kebijakan publik mulai mewarnai sistem
keuangan Islam yang dimiliki beberapa Negara muslim (mulai berdirinya
Accounting and Auiditing Organization for Islamic Financial Institution
(AAOIFI), dan konferensi ekonomi & keuangan Islam yang mendunia).
Perbankan Syariah terus tumbuh karena nilai-nilainya yang berorientasi pada
etika bisnis yang sehat. Dan konferensi pers yang dilakukan di Singapura pada
Agustus 1998 dapat diketahui bahwa lembaga keuangan Islam mengalami
perkembangan yang pesat di dunia. Jumlahnya telah mencapai 200 buah, di
antaranya 160 berupa bank, dan sisanya adalah lembaga keuangan non bank .
Perbankan Syariah telah merambah dan diterima bukan saja di
negara-negara muslim tetapi juga negara-negara non muslim. Negara-negara yang
sebagian penduduknya bukan muslim telah pula mengembangkan Perbankan Syariah.
Kesempatan pengembangannya di negara non muslim tersebut ternyata cukup besar.
Ketika diadakan Islamic Banking Conference di Toronto, Kanada, pada tanggal 25
Mei 1995, Don Blankarn, mantan Ketua Special Commite on Banks and Banking telah
mengemukakan: “There is a huge opportunity for Islamic banking and finance in
Canada” . Perkembangan lainnya terkait dengan Perbankan Syariah yang terjadi
sekitar tahun 2000-2005 adalah diterbitkannya Obligasi Syariah swasta dan
pemerintah yang mulai berkembang dan tumbuh pesat. Berdirinya Infrastructure
institutions seperti Islamic Financial Services Board (IFSB), International
Islamic Financial Market (IIFM), International Islamic Rating Agency (IIRA),
(General) Council of Islamic Banks and Financial Institutions (CIBAFI), and
Arbitration and Reconciliation Centre for Islamic Financial Institutions
(ARCIFI) were established .
Beberapa
produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjaman dana
- Mudhorobah, adalah perjanjian antara
penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi
menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh
pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan,
kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan
dan penyalahgunaan. [2]
- Musyarokah (Joint Venture), konsep ini
diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang
diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan
dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak.
Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur
tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur
tangan[3]
- Murobahah , yakni penyaluran dana dalam
bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna
jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang
dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa
dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad
diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati.
Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka
yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu
yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [4]
- Takaful (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana
- Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa
penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu.
Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk
memberikan bonus kepada nasabah. [5]
- Deposito
Mudhorobah,
nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan
dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan
antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
C. Sejarah Perkembangan Bank
Konvensional
Perkembangan Bank Konvensional, diawali ketika bangsa Eropa
mulai menjalankan praktik perbankan yang berbasis bunga.), Transaksi berbasis
bunga ini semakin merebak kitika Raja Henry VIII pada tahun 1545 membolehkan
bunga (interest meskipun tetap mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya
tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry VIII wafat, ia
digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Ini tidak
langsung lama. Pada saat ia wafat, penggantinya Ratu Elizabeth I, kembali
membolehkan bunga uang.
Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari
keterbelakangannya dan mengalami renaissance. Penjelajahan dan penjajahan dunia
mulai didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban
muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu persatu jatuh dalam
cengkeraman penjajah bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi
perekonomian umat muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa
Eropa. Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena itu institusi
perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara muslim merupakan warisan
dari bangsa Eropa yang notabene berbasis bunga.
Karena sudah berabad-abad lamanya (kurang lebih 450 tahun)
perbankan konvensional ini beroperasi diseluruh dunia, sehingga sistem
perbankan konvensional ini tidak bisa lepas dari seluruh aktifitas ekonomi
masyarakat dunia dan ini sangat sulit dilakukan pergeseran paradigma ke sistem
yang baru. Karena sistem konvensional ini telah mengakar dan sangat mapan serta
produk-produknya sangat sophisticated dan bertehnologi tinggi.
D. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank
Syari’ah
Secara tehnis operasional antara Bank Syariah dan Bank
Konvensional terlihat tidak ada perbedaan, seperti tehnis menerima setoran dan
pengambilan uang, mekanisme transfer, kliring, cheque, giro bilyet, ATM, dan
prosedur pemberian pinjaman. Akan tetapi sesungguhnya terdapat banyak perbedaan
yang mendasar diantara keduanya, perbedaan itu menyangkut banyak hal seperti
dijelaskan dibawah ini :
1. Perbedaan
Akad/perjanjian. Dalam Bank Syariah, akad/perjanjian yang dilakukan memiliki
konsekwensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah
dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak
demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga di yaumil
qiyamah nanti.
2. Lembaga
penyelesaian sengketa/perselisihan antara Bank syariah dengan nasabah dapat
diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau
Pengadilan Agama, sedangkan pada Bank Konvensional penyelesian
sengketa/perselisihan dengan nasabah melalui Pengadilan Negeri.
3. Struktur
Organisasi Bank Syariah selain mempunyai Dewan Komisaris dan Direksi seperti
halnya Bank Konvesnional, diharuskan pula memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)
yang bertugas untuk mengawasi dan memastikan bahwa operasional dan
produk-produk Bank Syariah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam, sedangkan
di Bank Konvensional didalam struktur oerganisasinya tidak diharuskan memiliki
Dewan Pengawan Syariah (DPS).
4. Didalam
Bank Syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan
syariah, karena itu, Bank Syariah hanya membiayai bisnis dan usaha yang halal
saja, sedangkan bank konvensional membiayai bisnis dan usaha yang halal dan
haram
5. Dalam
menjalankan operasionalnya, Bank Syariah tidak boleh ada unsur, maysir (judi),
gharar (spekulasi), sesuatu yang haram, riba dan risywah (suap-menyuap),
sedangkan bank konvensional tidak ada larangan tentang hal tersebut.
6. Bank
syariah berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa, sedangkan bank
konvensional menggunakan instrumen bunga
7. Bank
syariah dalam menjalankan bisnisnya berfokus pada profit dan falah oriented
(falah, maksudnya mencari kemakmuran didunia dan kebahagian diakhirat),
sedangkan bank konvensional hanya profit oriented
8. Bank
Syariah selain mempunyai kewajiban menerima zakat, infaq dan sodaqoh dari
nasabahnya, juga membayar zakat atas laba yang diperoleh bank, sedangkan bank
konvensional tidak membayar zakat atas laba yang diperolehnya.
9. Sebuah
Bank Syariah memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal
ahlak, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan
sehingga tercermin integritas eksekutif muslimin yang baik. Disamping itu
karyawan Bank Syariah harus skillful dan profesional (fathanah) dan mampu
melaksanakan tugas secara team work, dimana informasi merata di seluruh
fungsional organisasi (tabligh).
Secara
singkat perbedaan-perbedaan antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat pada
tabel di berikut :
NO
|
Bunga
|
Bagi Hasil
|
1
|
Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian tanpa
berdasarkan kepada untung/rugi.
|
Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan
berdasarkan kepada untung/rugi.
|
2
|
Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang
ada.
|
Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan
yang telah dicapai.
|
3
|
Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian tanpa diambil
pertimbangan apakah proyek yang dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi
|
Bagi hasil tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak
mendapat keuntungan atau mengalami kerugian, maka resikonya ditanggung kedua belah
pihak.
|
4
|
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah
keuntungan berlipat ganda.
|
Jumlah pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan
peningkatan keuntungan yang didapat.
|
5
|
Pengambilan/pembayaran bunga adalah haram.
|
Penerimaan/pembagian keuntungan adalah halal.
|
Perbedaan pokok antara sistem bank Konvensional dengan
sistem bank Islam secara ringkas dapat dilihat dari 4 (empat) aspek seperti
terlihat pada tabel berikut ini :
No
|
Perbedaan Aspek
|
Bank Islam
|
Bank Konvensional
|
1
|
Falsafah
|
Tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi dan ketidakjelasan
|
Berdasarkan atas bunga
|
2
|
Operasional
|
- Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru
akan mendapatkan hasil juka diusahakan terlebih dahulu
- Penyaluran pada sektor usaha yang halal dan
menguntungkan
|
- Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar
bunganya pada saat jatuh tempo
- Penyaluran pada sektor yang menguntungkan, aspek halal
tidak menjadi pertimbangan utama
|
3
|
Sosial
|
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam
Visi & Misi perusahaan
|
Tidak tersirat secara tegas
|
4
|
Organisasi
|
Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).
|
Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah.
|
BAB III
KESIMPULAN / PENUTUP
1. Pengertian Bank Konesional
Perkembangan Bank Konvensional, diawali ketika bangsa Eropa
mulai menjalankan praktik perbankan yang berbasis bunga. Transaksi berbasis
bunga ini semakin merebak kitika Raja Henry VIII pada tahun 1545 membolehkan
bunga. Dan pengertian sistem bunga adalah sebagai berikut:
· Penentuan
bunga dibuat sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan kepada untung/rugi.
· Jumlah
persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada.
· Pembayaran
bunga tetap seperti perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang
dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi.
· Jumlah
pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda.
· Pengambilan/pembayaran
bunga adalah haram.
2. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah dikenal dengan nama lain : Bank Tanpa Bunga (La
Riba Bank), Bank Islam (Islamic Bank), dan Bank Nirbunga . Kegiatan dalam
praktik Bank Syariah merupakan bagian dari Muamalah. Muamalah adalah semua akad
yang membolehkan manusia saling menukarkan manfaatnya, yang dalam pembahasan
pada buku ini akan dikhususkan dalam operasional kegiatan muamalah dibidang
ekonomi melalui perbankan. Dalam buku ini istilah yang akan digunakan adalah
Bank Syariah.
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah Islam, yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu
kepada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Hadits. Makna bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah bank yang dalam
beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan Syariah Islam khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tatacara bermuamalah
dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk
diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan. Dalam Bank Syariah diterapkan sistem bagi hasil yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
· Penentuan
bagi hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada untung/rugi
· Jumlah
nisbah bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang telah dicapai.
· Bagi
hasil tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau
mengalami kerugian, maka resikonya ditanggung kedua belah pihak.
· Jumlah
pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan yang
didapat.
· Penerimaan/pembagian
keuntungan adalah halal.
Keunggulam Bank Syariah.
1. Perbedaan
Akad/perjanjian. Dalam Bank Syariah, akad/perjanjian yang dilakukan memiliki
konsekwensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam
2. Lembaga
penyelesaian sengketa/perselisihan antara Bank syariah dengan nasabah dapat
diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau
Pengadilan Agama, sedangkan pada Bank Konvensional penyelesian
sengketa/perselisihan dengan nasabah melalui Pengadilan Negeri.
3. Struktur
Organisasi Bank Syariah selain mempunyai Dewan Komisaris dan Direksi seperti
halnya Bank Konvesnional, diharuskan pula memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)
yang bertugas untuk mengawasi dan memastikan bahwa operasional dan produk-produk
Bank Syariah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam, sedangkan di Bank
Konvensional didalam struktur oerganisasinya tidak diharuskan memiliki Dewan
Pengawan Syariah (DPS).
4. Didalam
Bank Syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan
syariah, karena itu, Bank Syariah hanya membiayai bisnis dan usaha yang halal
saja, sedangkan bank konvensional membiayai bisnis dan usaha yang halal dan
haram
5. Dalam
menjalankan operasionalnya, Bank Syariah tidak boleh ada unsur, maysir (judi),
gharar (spekulasi), sesuatu yang haram, riba dan risywah (suap-menyuap),
sedangkan bank konvensional tidak ada larangan tentang hal tersebut.
6. Bank
syariah berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa, sedangkan bank
konvensional menggunakan instrumen bunga
7. Bank
syariah dalam menjalankan bisnisnya berfokus pada profit dan falah oriented
(falah, maksudnya mencari kemakmuran didunia dan kebahagian diakhirat),
sedangkan bank konvensional hanya profit oriented
8. Bank
Syariah selain mempunyai kewajiban menerima zakat, infaq dan sodaqoh dari
nasabahnya, juga membayar zakat atas laba yang diperoleh bank, sedangkan bank
konvensional tidak membayar zakat atas laba yang diperolehnya.
9. Sebuah
Bank Syariah memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal
ahlak, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan
sehingga tercermin integritas eksekutif muslimin yang baik. Disamping itu
karyawan Bank Syariah harus skillful dan profesional (fathanah) dan mampu melaksanakan
tugas secara team work, dimana informasi merata di seluruh fungsional
organisasi (tabligh).