Rabu, 08 Agustus 2012
Selasa, 07 Agustus 2012
ANDROID dan iPad Tahun ini pakai MICROSOFT OFFICE
Dikutip dari Techradar, Jumat (25/5), menurut laporan dari Boy Genius Report (BGR), sebuah sumber terpercaya mengklaim telah melihat Microsoft Office menjalankan Word, Excel, dan PowerPoint di iPad.
Sumber tersebut juga membocorkan bahwa saat ini versi khusus untuk Android juga sedang dikembangkan.
Kabar tentang kehadiran Office di iPad memang bukan pertama kali ini terdengar. Sebelumnya, situs The Daily juga sempat memamerkan foto yang menggambarkan aplikasi ini berjalan di iPad.
Meskipun demikian, saat ini berbagai aplikasi yang bisa digunakan untuk membuat dan mengedit file dengan format Microsoft Office sudah tersedia di iPad dan Android. Sebut saja Office Suite, Quick Office, dan Documents To Go
Vendor ponsel asal Finlandia, Nokia pula, dikabarkan akan merilis sebuah tablet Windows 8 yang akan menggunakan layar 10 inci pada akhir tahun 2012.
Dikutip dari Digitimes, Nokia akan menggunakan prosesor dual-core Snapdragon S4 dari Qualcomm untuk tablet 10 inci nya itu. Produksi tablet sendiri dikabarkan akan dilaksanakan oleh Compal Electronic dan pada awalnya akan diproduksi dengan target sebanyak 200.000 unit. Nokia sebelumnya telah meninggalkan platform sistem operasi Ovi dan menggandeng Microsoft untuk menggunakan OS Windows pada ponsel-ponsel pintarnya akhir-akhir ini.
Dengan langkah ini Nokia akan bergabung dalam aliansi WoA (windows on ARM). Kelompok ini dimaksudkan untuk mendukung Microsoft berkompetisi melawan platform Google Android dan Apple iOS. Meski begitu, sumber lain mencatat bahwa masuknya Nokia ke pasar Tablet kemungkinan besar akan menambah sengit persaingan di antara vendor tablet PC non-iPad.
Cara mudah Luar biasa, Super Gila Meningkatkan Pengunjung
Bagaimana cara cepat meningkatkan Page Rank di Google? Salah satu cara tercepat untuk meningkatkan Page Rank di Google pada postingan ini adalah dengan mengadopsi sistem pemasaran yang menggunakan model Multi Level Marketing. Sistem pemasaran ini, memiliki kelebihan dalam kecepatan distribusi.
Melalui posting ini saya mengajak anda semua untuk mengambil keuntungan dari kecepatan penyebaran sistem ini dalam bentuk backlink.
Caranya mudah, Yang harus anda lakukan adalah dengan meletakkan link-link berikut di blog ataupun di artikel anda.
1. Selamat2U.blogspot.com. 2. InformasiTerbaru.com 3. Tribunjambi.com 4. Kerincionline.com 5. Kompasiana.com 6. Kerincionline.com 7. mualaf.com 8. Cahaya.com 9. Kayosakti.blogdetik.com 10. bams239.co.cc
Tapi ingat, sebelum anda meletakkan link diatas, kamu harus menghapus peserta nomor 1 dari daftar. Sehingga semua peserta naik 1 level. Yang tadinya nomor 2 jadi nomor 1, nomor 3 jadi 2, dst. Kemudian masukkan link anda sendiri di bagian paling bawah (nomor 10).
Jika tiap peserta mampu mengajak 5 orang saja, maka jumlah backlink yang akan didapat adalah:
Ketika posisi anda 10, jumlah backlink = 1 Posisi 9, jml backlink = 5 Posisi 8, jml backlink = 25 Posisi 7, jml backlink = 125 Posisi 6, jml backlink = 625 Posisi 5, jml backlink = 3,125 Posisi 4, jml backlink = 15,625 Posisi 3, jml backlink = 78,125 Posisi 2, jml backlink = 390,625 Posisi 1, jml backlink = 1,953,125
Dan semuanya menggunakan kata kunci yang anda inginkan. Dari sisi SEO anda sudah mendapatkan 1,953,125 backlink dan efek sampingnya jika pengunjung web para downline anda mengklik link itu, juga membuat ngeblog anda mendapatkan traffik tambahan.
Nah, silahkan copy paste artikel ini, dan hilangkan peserta nomor 1 lalu tambahkan link blog/website anda di posisi 10. Ingat, anda harus mulai dari posisi 10 agar hasilnya maksimal. Karena jika anda tiba2 di posisi 1, maka link anda akan hilang begitu ada yang masuk ke posisi 10.
Saya yakin dalam waktu yang singkat, Pagerank blog anda pasti langsung naik drastis di luar dugaan anda. Selamat mencoba trik rahasia ini!
Bagaimana ? apa sobat semua berkenan? kalau iya copas aja! terus sarankan ke teman yang lain supaya terus menyebar!
Tugasnya gampang koq! copas trik ini lalu sarankan ke teman yang lain begitu pula seterusnya!
laporkan bila ada link yang rusak…
Minggu, 05 Agustus 2012
Cara Mengganti Template Blog
Cara Memasang Jam
- Kunjungi alamak web www.clocklink.com
- Pilih menu atau tab Gallery pada situs tersebut (bagian kiri)
- Pilih bentuk jam yang Anda inginkan, misalnya bentuk digital
- Jika sudah, klik view HTML tag yang berada dibawah jam tersebut
- Maka akan muncul clock link, dan klik accept
- Selanjutnya akan muncul kode jam yang akan kita pasang keblog, sebaiknya pilih kode yang atas
- Kemudian login ke akun blogger Anda, klik Rancangan >> Tambah Gadget >> Pilih HTML/Javascript
- Lalu, copy dan pastekan kode tadi kemudian simpan/save
- Selesai sudah.
Cara Pasang Buku Tamu di Blog
Cara Merubah/Mengganti Cursor Blog
Sabtu, 04 Agustus 2012
KARAKTERISTIK SUFI
PENDAHULUAN
Para sufi dalam masa sejarahanya memberi kesan dan warna yang berbeda terhadap kancah perjalanan ajaran Islam yang semua itu berimplikasi pada pemahaman tentang Islam. Ada banyak kritikan-kritikan dan tuduhan-tuduhan umum yang ditujukan kepada para sufi entah yang bersifat masih bisa di toleransi bahkan terkadang sikap ekstrim, ada juga kegaguman sementara dari sekian kelompok orang yang mengatas namakan dirinya sebagai orang yang dekat dengan Tuhan atau paling tidak punya keyakinan bahwa merekalah yang mempunyai petunjuk menuju jalan kebenaran. Persepsi itu semua datangnya dari umat Islam itu sendiri.
Para sufi hanya memperdulikan usaha pengembangan batin dan tertarik dengan dunia yang tak kasat mata serta melalaikan hukum Islam dan mencaci dunia lahir. Ajaran Islam bersifat multidimensional dan mencakup setiap aspek dari kehidupan baik batin maupun lahir, karena manifestasi dari kesemuanya itu adalah merupakan bagian dari realitas yang satu.
PEMBAHASAN
Terdapat satu faktor penyatu fundamental di balik seluruh dunia yang kasat dan yang tak kasat. Pembedaan terhadap dunia lahir dan batin, atau kasar dan halus adalah untuk tujuan pembedaan intelektual atau praktis sebagaimana membedakan macam-macam warna dalam satu horizon. Manusia memiliki rasa dan kecendrungan yang berbeda-beda dan karenanya sebagian mereka ada yang lebih memperhatikan aspek-aspek ritual ajaran Islam dan sebagian lagi lebih memperhatikan nilai-nilai atau aspek filosofisnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa perlu adanya keseimbangan karena setiap manusia meliputi realitas batin dan lahir dan keduanya sama-sama memerlukan perawatan dan pemeliharaan. Perhatian yang berlebihan hanya terhadap satu aspek dapat memperlemah aspek yang lainnya dan akibat yang ditimbulkannya adalah terjadinya disharmonisasi dalam seseorang dan prinsip yang sama juga berlaku bagi masyarakat dan lingkungan alam
Ketika disharmoisasi itu lahir maka akan terjadi benturan-benturan antara pemikir keagamaan ortodok dan para sufi yang hal itu di sebabkan karena semata-mata pembedaan pengalaman eksistensial hidup mereka serta pemahaman terhadapnya dan oleh karenanya juga tindakan-tindakan dan kebiasaan tingkah laku mereka meskipun kedua kelompok sama-sama mengklaim telah menjalankan ajaran Islam. Benturan-benturan ini bersifat dan seringkali membentuk sebuah siklus yang menandakan adanya dualitas dan polaritas antara Syari’ah dan haqiqah.
Manusia menaruh perhatian besar dan kecil terhadap Syari’ah, ritual dan ortodoksi, sesuai dengan tingkatan-tingkatan potensi batin, akal, kesungguhan hati, dan sensivitas masing-masing orang. Secara umum, ketika manusia melindungi dirinya sendiri melalui sikap taat terhadap Syari’ah dari ajaran Islam, maka perhatian dan minat mereka dapat di arahkan lebih jauh lagi menuju kepada kesadaran dan penyucian batin.
Para Sufi menenpuh kesatuan jalan hidup, dan oleh karena itu mereka itu memberikan kontrol lahir dan batin terhadap pemerintahan. Jadi disebabkan oleh ketidaktahuan jika ada sebagian orang yang mengatakan bahwa gerakan Sufi hanaylah sebuah gerakan esoteris belaka, dan karenanya menyatakan Sufisme sebagai sebuah jalan hidup (way of life) yang semata-mata berupa pengasingan diri dan hanya berhubungan dengan ibadah. Hal ini bukan berarti tidak terdapat para Sufi yang memilih kehidupan yang menyendiri karena disebabkan keadaan-keadaan tertentu atau kecenderungan-kecendrungan pribadi. Akan tetapi, dalam keadaan-keadaan normal, seseorang Sufi secara konstan tergerak untuk berbagi pengetahuan dan cahaya yang telah di anugerahkan kepadanya dengan orang lain yang layak untuk
Secara etimologi kata “tasawuf” terambil dari kata suff (bulu domba), karena kau sufi suka memakai kain wol yang terbuat dari bulu domba yang kasar sebagai tanda kesedarhanaan hati untuk menghindari sikap sombong disamping menenangkan jiwa. [Dialektika teks Suci Agama-Strukturalis Makna Agama dalam Kehidupan Masyarakat, Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM, 37].
Dalam pengertian terminology tasawuf ialah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal kegiatan yang sungguh-sungguh menjauhkan diri dari keduniaan dalam rangka mendekatkan diri dengan Tuhan. [Noer iskandar al-Barsany, Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi .Jakarta:Raja grafindo Persada,2001,8]
Asal mula sufi adalah tradisi awal manusia yang berawal dari fajar itulah jejak sufisme tumbuh dan berkembang, lahirnya sama dengan diciptakannya manusia. Sejak manusia menyadari hubungannya dengan yang Mahamutlak, maka ia mencari kebenaran. Sebelu di utusnya Nabi Muhammad saw, para pendahulu kaum Sufi di sebut sebagai hunafa’ dan mereka sering di sebut-sebut dalam al-Qur’an. [Syekh Khaled Bentounes, Tasawuf Jantung Islam: Nilai-Nilai Universal dalam Tasawuf (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Sufi, 2003)]. Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Jauh sebelum lahirnya agama Islam, memang sudah ada ahli Mistik yang mengahabiskan masa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan-nya: antara lain terdapat pada India Kuno yang beragama Hindu maupun Budha. Orang Mistik ini di namakan Gymnosophists oleh penulis Barat, atau disebut ” alkhukamaul uraatu” yang artinya sebagai orang-orang yang bijaksana yang berpakaian terbuka. Hal tersebut di maksudkan, karena ahli mistik berpakaian dengan menutup separuh badannya.dak kehidupan itu dibawa oleh Rasulullah. [Mahjudin, Kuliah Akhlaq Tasawuf(Jakarta:Kalam Mulia,1994]
Sufisme di definisikan sebagai sebuah pengetahuan atau jalan yang mampu membimbing manusia menjadi makhluk yang senantiasa berada dalam keselarasan dan keseimbangan. Sufisme adalah jalan yang memungkinkan manusia dapat meraih penglihatan dan pemahaman batin, sehingga merasakan kebahagiaan dalam segala situasi yang ia hadapi. Interaksi seseorang Sufi dalam segala lingkungan selalu dalam keharmonisan dan kesatuan sejati dengan seluruh lingkugan alam, yaitu bahwa dalam seluruh keadaan, perbuatanyya selalu muncul sebagai manifestasi dari cinta kasih dan kebahagiaan hati. [Syekh Fadhilla, Dasar-dasar Tasawuf (Yogyakarta: Pustaka sufi,2003)134].
Sufisme adalah inti Islam dan selalu dalam keadaanya terbaik jika ia tidak dibatasi oleh batasan etnis apapun, ketika ia bukan Sufisme Arab, india , Barbar, Andalusia ataupun Persia. Kita mendapati bahwa kebanyakan para guru Sufi terkemuka tidak terbatasi dalam kelompok etnis tertentu. Mereka melakukan hijrah di jalan Allah untuk belajar dan mencapai keterasingan di tempat yang sama sekali berbeda dengan budaya asli mereka.
Itulah jalan hidup Islam yang sejati yang selalu di tempuh para Sufi melampaui batas etnis, suku atau prasangka kebahasaaan apapun mengikuti sifat dasar fitrah yakni jalan nubuat, dan menempuh kehidupan yang sesuai dengan hukum-hukum lahir Islam, serta membimbing masyarakat untuk mencapai tujuan spritual demi meraih kesempurnaan diri dan kepuasaan hati melalui pencerahan diri.
Sufi seringkali mempunyai pengaruh yang besar pada masyarakat tampa menjadi seseorang yang memperoleh perlakuan secara istimewa, interaksi luas para Sufi dengan masyarakat bergantung pada kepribadian mereka sendiri dalam lingkungan ekonomi, sosial , politik dan keagamaan dimana mereka tinggal.
Para Sufi seringkali disalahpahami dan terkadang di caci maki. Karena itu kadang-kadang mereka harus bersembunyi untuk melindungi dan meneruskan ajaran mereka secara hati-hati. Hal ini seringkali merupakan akibat ketakutan terhadap penguasa atau raja yang tiran, atau bahkan terhadap ortodoksi keagamaan dan kekuatan para sarjana agama yang merasa bahwa otoritas dan kedudukan keagamaannya dalam masyarakat teramcam dan terpinggirkan oleh popularitas para Sufi. Jalan Sufi berupa ketundukan kepada realitas Ilahi yang Esa dan Agung acapkali menjadi sebuah ancaman besar bagi orang-orang yang berorientasi duniawi, dan mereka yang mendasarkan kekuasaannya pada kemampuan untuk menyalahgunakan dan melaksanakan otoritas di dunia ini. Hal ini karena mereka bertentangan satu sama lain. Pihak kedua mencari, mencintai dan menyembah kekuasaan, sementara yang pertama mencari, mencintai dan menyembah Sang Sumber Kekuatan. Guru sufi menganggap bahwa akar ketidakteraturan umat manusia karena manusia telah melupakan Tuhan dan Sufisme dinilai menjadi jawaban terhadap persoalan tersebut. [Dialektika Teks Suci Agama- Strukturasi Makna Agama dalam Kehidupan Masyarakat (Yogyakarta; Sekolah pascasarjaa UGM, 2008), 36]
Sufisme lahir ditengah kekacauan politik yang meluas menjadi radikal sebagai reaksi penetapan syariah sebagai dasar konstitusi negara, seperi Wahabisme ketika mendukung kekuasaan Ibnu Saud. Di kemudian hari Wahabisme juga mengintegrasikan beberapa unsur Sufisme kedalam Islam murni syariah. Pemurnian Islam juga lahir ditengah kekacauan politik dan pertentangan ulama fiqh dan tauhid, terutama meluasnya Sufisme. [Anas Hidayat, Neo Sufisme dan pudarnya Fundamentalisme di pedasaan (Yogyakarta:UII Press,2000), 65]
Tujuan tasawuf adalah menjalani hidup pada tingkat spiritual dengan cara membersihkan hati dan menggunakan semua indera dan pikiran di jalan Allah dan manfaat tasawuf adalah bahwa manusia dapat mengembangkan dimensi kemalaikatan dari keberadaannya dan memperoleh keyakinan yang kuat dan meresap dihati tentang iman dan kebenaran yang selama ini diterimanya secara lahiriah belaka.
Al-Ghazali dalam ” Minhajul Abidin” menyatakan bahwa ada empat puluh tingkatan, dua puluh di dunia dan dua puluh di akherat untuk bisa membawa manusia setingkat demi setingkat menuju Tuhannya. Hamka menyetujui pendapat ini bahwasanya hidup kerohanian itu membawa kesatuan seluruh pri kemanusiaan. Sufisme atau tasawuf dalam agama Islam, bertujuan memperoleh kehidupan yang hakiki melalui hubungan langsung dengan Tuhan. Sedangkan dalam agama Islam, tujuan tasawuf hampir sama dengan agama lain, tapi harus melalui tingkatan yang ada dalam hal ini di kenal dengan maqamat(terminal-terminal spiritual) atau Ahwal, yaitu kondisi-kondisi yang di alami oleh seorang sufi dalam setiap tingkatan. Seorang sufi mengalami keadaan yang berbeda-beda,m sesuai dengan Maqam-nya dan dengan Maqam inilah seorang sufi akan dapat berhubungan langsun dengan Tuhan. [Antologi Kajian Islam. Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Press,2008.13]
Sufi-sufi di bagi menjadi dua belas aliran, dua di tolak dan sepuluh diterima, setiap aliran dari sepuluh aliran mempunyai sistem dan doktrin yang menyangkut penyucian diri dari hawa nafsu da kontemplasi. Meskipun berbeda satu sama lain dalam praktek peribadatan dalam disiplin asketik, mereka dapa sepakat dalam dasar dalam cabang keagamaan dan tauhid. Abu Yazid berkata” perbedaan di antar para ulama adalah mazhab kecuali yang menyangkut keterlepasan dari tauhid. [James fodiman.dkk, Indahnya menjadi Sufi (Yogyakarta:Penerbit pustaka Sufi,1999), 39]
Perbedaan antara Fikh Humanis dan Strukturalis: Pola interaksi yang di bangun oleh Islam sejak awal berupa dinamisasi yang mengedapankan pola Uswah Hasanah yakni berdasarkan pada moralitas yang luhur dan contoh teladan yang baik ,” pendekatan moralitas ini menuntut umat Islam untuk selalu mnjadi Uswah/teladan yang baik bagi lingkungan sekitarnya. Demi menyempurnakan etika dan moralitas, kebenaran ataupun autentisitas Islam tidak pernah di gunakan untuk kepentingan melakukan tindakan anarkis, seperti pemaksaan, intimidasi, kekerasan dan beberapa tindakan negativ. Islam disebut sebagai agama yang kaffah karena menganut 3 komponen akidah, syari’ah dan tasawuf, yang inti dari semuanya adalah Islam sebagai agama yang memberi petunjuk jalan keselamatan.
Ibn Qayyim al-Jauziyah menyatakan apa yang disebut tasawuf tak lebih dari etika Islam. Etika yang di dalamnya menyatu dengan estetika dan keadilan. Tasawuf menjawab persoalan esensial mengapa manusia harus berakhlak? Karena apabila etika dapat melahirkan semangat keadilan dan kemampuan merespon segala sesuatu dengan cepat. Tasawuf dapat menumbuhkan makna dari nilai serta menjadikan tindakan di hidup manusia lebih luas dan kaya. Hubungan humanisme dengan moralitas, secara substansial memiliki kesamaan hubungan Tasawuf dengan prinsip-prinsip akhlak, karena hampir seluruh prinsip yang ada dalam ajaran tasawuf menurut al Manufi adalah tingkah laku yang berbasis akhlak namun moralitas dalam perspektif humanisme berbeda dengan akhlak dalam pandangan tasawuf. Perbedaan ini, disebabkan karena perbedaan paradigma, dimana tasawuf beranggapan bahawa akhlak itu merupakan landasan bagi semua hukum syar’I, dan tampa akhlak akan membuat hukum itu menjadi tidak bermakna. Dengan demikian akhlak dalam term tasawuf berkaitan erat dengan ajaran agama secara mutlak, sementara moralitas, dalam pandangan Humanisme, merupakan nilai-nilai humanistik yang bersifat kodrati dan bukan nilai-nilai agamawi diluar kodrat manusia. [Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi psikologi Sufistik dan Humanistik (Semarang:RaSAIL,2005)45]
Tetapi prinsip yang mendasari hubungan Humanisme dengan moralitas, agaknya berbeda jika dibandingkan dengan prinsip yang melandasi hubungan Taswauf dengan akhlak. Pada dasarnya hukum formal , etika, atau akhlak mengambil peranan penting dalam proses meraih kekuatan dan semuanya bersumber pada pencarian kekuasaan. Akhlak , etika atau susila sebagaimana norma yang lain memiliki rukun atau ukuran tersendiri. [Ibid]
Akhlak terdiri dari dua golangan, pertama: golongan yang dasar akhlaknya berlandaskan pada egoisme dan penyembahan ego. Memperkuat ego dan memperebutkan kekelan serta membela diri, pokok akhlak ini berupaya untuk memelihara kehidupan individulisme. Kedua adalah sebaliknya tapi yang terjadi kadang ego yang lebih mendominasi Islam mengajarkan agar mengadakan perluasan diri dan kepribadian, sehingga kepribadian manusia bersatu dengan kepribadian seluruh alam. Inilah yang menjadi tujuan sufi.
Dalam satu sisi Sufi lebih menekankan etika dalam menjalankan syiarnya tapi dalam sisi lain Sufi terikat dengan hukum formal karena ia terikat dengan kekuasaan dalam pemerintahan. Etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu ia berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Karena ia sebuah konsepsi dan hasil produk pemikiran, maka dilihat dari sifatnya ia dapat berubah-ubah sebagai dengan tuntutan zaman dan keadaan, humanistis dan antroposentris. Manusia bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya sendiri, dan pembuat nasib serta tujuanya sendiri, bukan karena is seorang agen bebas dalam pengertian etik (tindakan bebas dari factor intenal dan eksternal penentu selain daripada dirinya sendiri) atau yang lazin di sebut sebagai Diterminisme ilmiah yakni tanggung jawab atau kewajiban moral tidak ada artinya apabila tidak ada keinginan. Ibn Arabi sependapat dengan menambahkan
a) bahwa apa yang dikatakan hukum-hukum ilmiah itu adalah hukum-hukum Tuhan.
b) bahwa hukum-hukum Tuhan dalam manusia ditentukan oleh natur manusia itu sendiri, dan di dalam ini kewajiban moral manusia. Akan tetapi hal ini merupakan argumentasi yang keliru. Implikasi dari teorinya adalah kewajiban formal bukan kewajiabn moral.
Ibn Arabi menambahkan bahwa alasan mengapa dikatakan tanggung jawab mukallaf manusia bukan Tuhan walaupun yakin bahwa Tuhan adalah pelaku sebenarnya dari semua tindakan-tindakan itu, karena tanggung jawab (taklif) itu secara logika berada pada ‘abd. Ini adalah tempatnya ‘abd untuk patuh dan Rabb untuk menyuruh. Ia menyatakan bahwa ” Tuhan telah mewahyukan kepada mereka bahwa Dia tidak melakukan apa yang mereka nyatakan Tuhan telah melakukannya, semua perbuatan-perbuatan mereka itu berasal dari mereka” .Penolakan Ibnu ‘Arabi terhadap kebebasan manusia yang sebenarnya dalam tindakan, yang membawanya juga kepada penolakan terhadap kewajiban moral dalam pengertian yang sebenarnya, adalah cukup sejalan dengan system pantheistik umumnya. Setelah menurunkan kewajiabn moral itu menjadi kewajiban formal semata, maka menjadi sangat kecillah artinya tentang kepada siapa tanggung jawab dari tindakan-tindakan moral kita itu seharusnya di jatuhkan. Bila kita katakan kita bertanggung jawab, kita benar dan apabila kita katakan Tuhan yang bertanggung jawab kita benar juga: tapi harus selalu kita ingat titik pandangannya. [Syekh Fadhilla, Dasar-dasar Tasawuf (Yogyakarta:Pustaka Sufi,2003). 124]
Ibnu ;Arabi menggambarkan tidak hanya kebebasan individual dari manusia, tetapi juga kehendak Tuhan. Tuhan tidak berkehendak dengan pengertian bahwa Ia memilih, tapi dalam pengertian bahwa Ia menyatakan (mendekritkan) tentang apa yang Ia ketahui akan terjadi. Bahwa hal atau tindakan yang Tuhan nyatakan harus terjadi tergantung seluruhnya pada hukum-hukum wajib dari hal atau tindakan itu sendiri. Pandangan Orang-orang Sufi Mengenai Isu Stigma sesat Agama: Aliran sesat disebut sofis yang percaya bahwa tak satupun yang dapat diketahui dan bahkan pengetahuan itu sendiri tidak wujud, suatu kebodohan yang tak pernah ada di ajaran Syekh sufi tapi secara umum di nisbahkan kepada para sufi.
Beberapa muslim ortodoks memandang para Sufi sebagai kelompok fatalis dan karenanya mereka mengatakan bahwa jika ajaran-ajaran Sufi diikuti, maka masyarakat tidak akan pernah mengalami kemajuan. Sejak masa awal Islam telah terjadi banyak kesalah pahaman dalam memandang qada’ (ketetapan) dan qadar (takdir) serta perbedaan di antara keduanya. Menurut Al-qur’an dan Sunnah Nabi, adalah atas qada’ Tuhanlah hukum-hukum alam didasarkan, sebagian kita ketahui sebagian lagi kita harus mencarinya, melalui hukum itulah, keseimbangan dan kontrol terhadap seluruh relitas penciptaan. Zaman Ibnul Farid, Ibn ‘Arabi dan Rumi adalah zaman keemasan gerakan tasawuf, secara teoritis ataupun artistik. Pengaruh dan praktek-praktek tasawuf kian tersebar luas melalui tarekat keagamaan, dan para sultan serta pangeran tak segan-segan pula mengulurkan perlindungan dan kesetiaan pribadi mereka. Tak terelakkan lagi.
Kebobrokan ini beragam dari negeri ke negeri, sesuai dengan keadaan.tapi gambaran-gambaran umum-meski di akui terdapat perbedaan-perbedaan dalam detilnya, hampir keseluruhannya sama. Pengabaian terhadap hukum-hukum agama dan kaidah-kaidah moral cukup parah.bahkan yang lebih membawa bencana yaitu penghinaan terhadap ilmu pengetahuan. Magis menduduki kedudukan yang besar dalam khasanah amalan mereka. Tasawuf terdahulu jauh dari berbagai mistik dan semangan “menghambat kemajuan“. Tapi sebaliknya timbul aliran sesat dengan merajakan azimat sebagai penagkal segala macam cobaan serta menjadikan ilmu-ilmu rahasia dan perdukunan untuk menyuguhkan tipuan-tipuan yang mempesonakan adalah salah satu contoh tindakan sufi yang keluar dari nalar pengetahuan. [Ibid]
Walaupun Sufisme di tolak apalagi oleh kaum Sunni dan Muhamadiyah, peletak Sunni dan Pendiri Muhammadiyah memberi perhatian serius atas pokok-pokok ajaran Sufisme. Hasan Basri (wafat 728 M), guru pendiri Mu’tazilah dan Asy’ary sangat mendorong hidup saleh (zuhud). Ibnu Taimiyah mengakui sahnya beberapa ajaran Sufisme, termasuk kasyf-nya Al-ghazali, pembela Sunni paling masyhur. Tetapi di samping itu banyak masalah yang terdapat sementara di kalangan kaum Sufi di antarnya: Problem akidah tauhid, Problem kenabian, Problem kewalian, Problem mu’jizat dan karomah, Problem ibadah masyru’ah dan ibadah bid’ah. Dengan melihat lima problem tasawuf yang menjadi sorotan Ibnu Taimiyah, dapat dipahami bahwa sebenarnya dia tidak menolak tasawuf sebagai metode penghayatan agama , sedangkan yang dia tolak secara keras adalah hal-hal yang berlebihan dan melampaui batas-batas syariat. Karena dalam melihat masalah agama dan keagamaan dia kan selalu mengembalikan pada ide dasarnya, yaitu kemurnian sumbernya (al-Qur’an&Sunnah) serta kemurnian sumber pengamalannya, yaitu praktik-praktik keagamaan generasi Salaf berikut keutuhan semua dimensinya, yaitu ilmu dan amal, lahir dan batin serta aspek vertikal dan horizontalnya. Maka kesimpulan ini sejalan dengan analiza Fazlur Rahman bahwa Ibnu Taimiyah sesungguhnya mengakui validitas metode eksperimen sufi , walaupun dia tidak henti-hentinya menyerang ritus-ritus dan praktik-praktik pemujaan serta pengkultusan para wali-wali. Salah satu muridnya Ibni Qayyim al-Jauziyah (w 1352 M) mempunyai pandangan yang sama meskipun dengan menggunakan bahasa yang lebih toleran. Yang dia kritik adalah klaim sufi bahwa pengalaman mistis mereka memiliki validitas yang tidak tergoyahkan dan bersifat eksklusif. Bagi Ibnu Taimiyah, betapapun tingginya pengalaman mistis sufi, mereka harus di uji dengan rujukan dari luar, yaitu Qur’an dan Sunnah. Maksudnya bahwa sufisme mungkin saja menafsirkan dan memberi arti baru kepada syari’ah dan wahyu, tetapi ia sama sekali tidak dapat mengabaikan keduanya. Sebab secara ontologis (menurut ibnu Taimiyah), tasawuf merupakan derivasi atau perpanjangan dari agama (Islam) itu sendiri yang harus selalu taat asas dan Qur’an dan Sunnah meskipun secara metodologis termasuk sesuatu yang bersifat ijtihadi. [Masyharuddin , Pemberontakan tasawuf-Kritik Ibnu Taimiyah atas rancang bangun tasawuf (Surabaya: Stain Press kudus, 2007),145]
Problem tasauf pada dasarnya adalah cara mengenali Allah, baik dengan jalan melakukan ibadah menurut syariat ataupun dengan jalan ilham dan tanggap rasa. Oleh karena itu para ahli tasauf sejak semula (akhir abad ke-2 hingga akhir abadd ke-3 H) disebut sebagai para ahli ibadah, para ahli zuhud dikenal sebagai kaum fakir, karena dalam beribadah atau menempuh cara hidup zuhud mereka melebihi batas yang diperintahkan oleh syariat. Dalam hal itu pernah tasauf tidak lain hanyalah membuat orang menghayati sepenuhnya moral agama. Pada perkembangan berikutnya, konsep sufisme kemudian menimbulkan konflik tajam antara tradisi fiqh dengan tradisi sufisme. Para elit birokrat dan ulama-ulama (fiqh) melarang ajaran sufi karena dianggap sebagai bukan ajaran agama Islam. Pemikiran dan ajaran “Ittihad” dan “hulul” menjadi sasaran kritik. Dianggap sebagai ajaran sesat oleh ulama-ulama yang cenderung kepada tradisi fiqh. Bahkan konflik tersebut pada ujungnya meminta korban nyawa Al Halajj. Tatkala dibawa untuk di salib, dan melihat tiang salib serta paku-pakunya, ia menoleh kearah orang-orang seraya berdoa, yang di akhiri dengan kata-kata: “Dan hamba-hamba-Mu yang bersama-sama membunuhku ini, demi agama-Mu dan memenangkan karunia-Mu, maka ampunilah mereka, Ya Tuhan, dan rahmatilah mereka. Karena sesungguhnya, sekiranya telah Kau anugerahkan kepada mereka apa yang telah Kau anugerahkan kepadaku, Tentu mereka takkan melakukan yang telah mereka lakukan padaku. Dan bila Kau sembunyikan dari diriku yang telah Kau sembunyikan dari mereka, tentu aku takkan menderita begini. Maha Agung Engkau dalam segala yang Kau lakukan, dan Maha Agung Engkau dalam segala yang Kau kehendaki.” [Ibid]
Kita tahu bahwa Al Halajj dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam (fiqh) kemudian dihukum oleh penguasa Baghdad pada tahun 922 Hijriyah. Hal itu karena pernyataan Al Halajj sendiri “Ana al-haq” (Aku adalah Tuhan). Inilah yang semakin memancing emosional ulama dan penguasa sehingga Al Halajj berikut konsep ajarannya harus dimusnahkan.
Pasca tragedi Al Halajj, maka para ulama fiqh menjaga jarak dengan ulama sufi. Ulama fiqh menilai bahwa ulama sufi semakin liar, baik dalam ajaran maupun dalam praktek ibadahnya. Terjadi pertentangan sengit di antara kedua golongan yang satu condong pada dunia batin sedang satunya lebih memilih kehidupan lahir, ulama-ulama yang terkenal mementingkan hukum-hukum lahir lebih tertuju fikirannya pada otak, sedang fiqh sendiri adalah faham. Segala sesuatu dihitung dengan perhitungan otak. Perkataan-perkataan atau pendapat yang hanya berdasar kepada pengalaman batin dan kehalusan perasaan, memang tidak senantiasa diterima otak, itulah sebabnya maka ahli-ahli kebatinan itu di tuduh kerap tersesat, terkencong dari pada garis syariat yang telah ditentukan Tuhan dalam qur’an dan Hadis.
Sebaliknya Ulama-ulama yang mementingkan kebatinan itu berfikir lebih bebas dan luas. Dia telah menyelami lubuk jiwa yang paling mendalam. Baginya yang penting ialah tumpahan Ilham dari Alam Gaib. Kadang-kadang bagi mereka hukum-hukum fiqh yang lahir itu yang kebanyakan hanya terdapat dari fikiran manusia, tidaklah selalu dapat dipeganganya. Oleh karena antara keduanya berkonflik dan menjaga jarak, maka muncullah ulama-ulama yang berusaha menjadi penengah dan mendamaikan dua aliran keilmuan itu. Ada nama-nama besar yang menciptakan karya tulis dengan tujuan mencari titik temu antara kedua aliran itu. Di antaranya ialah al Sarrajj menulis kitab “Al Luma`”, al Kalabadzi dengan kitabnya “al-Ta`arruf li Madzab Ahl Al Tashawwuf“, dan Imam Qusyairy dengan kitabnya “al-Risalah fi ilm al-Tashawwuf“.Bersamaan dengan itu, muncul konsep tentang perjalanan sufi dalam mencapai tingkat ma`rifatullah. Konsep itu kemudian dikenal dengan istilah “maqamat” dan “ahwal”. [Munir mulkan, 2000. Neo Sufisme dan pudarnya fundamentalisme di pedesaan Yogyakarta:UII Press]
Dalam pandangan Rumi “maqamat dan ahwal” di sebut sebagai ” psikologi sufi“. “psyche” (jiwa) dalm pengertian yang seluasnya, memiliki arti sama dengan istilah “spirit“(roh). Yang bisa di definisikan sebagai “ilmu yang berbicara tentang transformasi-transformasi yang dialami oleh ‘roh’ dalam perjalannya menuju Tuhan.tapi ilmu tidak memiliki keterkaitan dengan “psikologi” yang sekarang terkenal di Barat. Karena dalam pandangan Rumi, psikologi modern sepenuhnya di dasarkan pada studi tentang ego itu sendiri.” Ego” (nafsu) adalah unsur yang paling rendah dari dimensi dalam manusia, watak kebinatangan dan Syaithaniyah manusia. Hanya roh itu sendiri, yang berada di sisi Tuhan,yang dapat mengetahui roh. Roh melingkupi dan meliputi ego. Rohlah yang-tidak dapat dilakukan oleh ego itu sendiri-dapat menjadikan ego mengenal ego. Roh merupakan watak kemanusiaan yang lebih tinggi, watak kemalaikatan. Hanya orang-orang suci yang mampu mencapai kesadaran akan realitas yang terpusat pada roh (di dalam Tuhan). Rumi tampaknya tidak pernah secara ekspilist berbicara tentang maqam dan ahwal. Dia hanya berbicara tentang pengalaman-pengalaman rohani yang dialami oleh seseorang secara detail, seperti pencapaian sikap-sikap serta kondisi-kondisi mental tertentu. Sebagian besar syairnya dalam Diwan menyiratkan semua itu, yang dapat di pandang sebagai pengungkapan keadaan-keadaan serta pengelaman-pengalaman spritual yang khas. Rumi telah menyajikan seluk beluk psikologi sufi, sekalipun tidak secara sistematis, sebagai yang dapat di jumpai dalam kitab klasik. [Abdullah Hadziq, 2005. Rekonsiliasi psikologi Sufistik dan Humanistik Semarang:Ra SAIL]
PENUTUP
Etika pada dasarnya punya visi universal dan seharusnya bisa diberlakukan bagi segenap manusia di setiap tempat dan waktu, namun ada kesukaran-kesukaran untuk mewujudkannya (bahkan mustahil) karena ukuran baik dan buruk menurut anggapan orang sangatlah relatif. Hal ini tentu berbeda dengan ajaran Islam dan etika Islam yang kriterianya telah di tentukan secara gamblang dalam Al-Qur’an dan Hadis. Sedangkan hukum formal atau yang biasa di sebut sebagai aturan yang telah dibuat manusia dalam rangka mengatur hubungan manusia agar lebih baik agaknya masih kurang di terima oleh masyarakat. Karena masih ada sebagian masyarakat yang beranggapan hukum di buat untuk dilanggar. Berbeda sekali dengan etika yang lahir dari fitrah manusia sebagai mahluk individu atau kelompok lebih menekankan kesadaran itu untuk berperilaku.perbuatan manusia dan tujuan keduanya hampir sama, mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiaan mereka. Akan tetapi lingkungan etika lebih luas, etika memerintahkan berbuat apa yang berguna dan melarang segala sesuatu yang mudarat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Hadziq, 2005. Rekonsiliasi psikologi Sufistik dan Humanistik Semarang:Ra SAIL
Antologi Kajian Islam. 2008. Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Press.
Anas Hidayat, 2000. Neo Sufisme dan pudarnya Fundamentalisme di pedasaan Yogyakarta:UII Press
Dialektika Teks Suci Agama. 2008. Strukturasi Makna Agama dalam Kehidupan Masyarakat Yogyakarta; Sekolah pascasarjaa UGM
James fodiman.dkk, 1999. Indahnya menjadi Sufi. Yogyakarta:Penerbit pustaka Sufi
Munir mulkan, 2000. Neo Sufisme dan pudarnya fundamentalisme di pedesaan Yogyakarta:UII Press
Masyharuddin, 2007. Pemberontakan tasawuf-Kritik Ibnu Taimiyah atas rancang bangun tasawuf Surabaya: Stain Press kudus
Noer iskandar al-Barsany, 2001. Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi Jakarta:Raja grafindo Persada,
Syekh Khaled Bentounes, 2003. Tasawuf Jantung Islam: Nilai-Nilai Universal dalam Tasawuf Yogyakarta: Penerbit Pustaka Sufi
Syekh Fadhilla, 2003. Dasar-dasar Tasawuf. Yogyakarta: Pustaka sufi
Fathullah Gullen, 2001. Kunci-kunci Rahasia Sufi Jakarta:Raja Grafindo Persada
Said Aqil Siroj, 2006. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial-Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi(Bandung:Mizan Pustaka)
Syekh Fadhilla, 2003. Dasar-dasar Tasawuf Yogyakarta:Pustaka Sufi
PAJAK DAN ZAKAT
PENDAHULUAN
Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Bahwa kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’du : 11). Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.
PEMBAHASAN
Pengertian Zakat
Zakat berasal dari kata zaka, artinya tmbuh dengan subur. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya). Maka, zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula. [1]
Pengertian BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah) ditemukan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 1991/47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Dalam Pasal 1 SKB tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan BAZIS adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq, dan shadaqah secara berdaya guna dan berhasil guna.[2]
Secara substansial, pengertian tersebut dapat ditemukan pula dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Pengertian itu kemudian dipertegas lagi dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat[3]. Dalam Pasal 1 Ayat 1Keputusan Menteri itu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.[4]
Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah
a. Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
b. Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
c. Haq (QS. Al An'am : 141)
d. Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
e. Al 'Afuw (QS. Al A'raf : 199)
Dasar Hukum Zakat
Dalam sebuah hadits tentang penempatan Muaz di Yaman. Nabi berkata : “ terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya.” Dalam beberapa ayat zakat diungkapkan dengan istilah sedekah. Sebenarnya sedekah berasal dari kata shidiq yang berarti Benar. Qadhi Abu Bakar bin Arabi mempunyai pendapat yang sangat berharga tentang mengapa zakat dinamakan sedekah . ia menyebutkan kata sedekah berasal dari kata shidq, benar dalam hubungan denagn sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan.[5]
Oleh karena itu , rasulullah bersabda , “ sedekah itu bukti “. Hadits ini biasa dikategorikan sebagai sindiran kepada umat islam. Kebanyakan umat Islam membenarkan Al qur’an dan Al Hadits sebagai dasar hukum yang mengatur perilaku hidup muslim. Maka sedekah atau zakat merupakan bukti akan adanya pembenaran – dengan keyakinan – dari umat Islam akan kebenaran Al qur’an dan Al Hadits.
Gerakan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat perlu didukung. Dukungan riil dari pemerintah sangat diperlukan sebagai justifikasi penerapan Undang – Undang ( UU ) No. 38 tahun 1998 tentang ketentuan pengelolaan zakat. Dalam bab I pasal 3 disebutkan bahwa : “ Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada Muzakki, Mustahiq, dan amil zakat. Begitu juga dalam bab III pasal 6 disebutkan : “Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah .”
Pengelolaan zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1999 dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1998 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.[6]
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 hijrah ketika dasar islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi system pengumpulan zakat, barang-barang yang kenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari dana zakat.[7]
Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1) Benda logam yang terbuat dan emas seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.
2) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.
3) Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing.
4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
5) Hasil pertanian termasuk budak dan hewan.
6) Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.
7) Barang temuan.
Zakat dijadikan ukuran fiscal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali dalam perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan. Hal ini juga akan memberi keseimbangan antara perdagangan dan pengeluaran. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya suatu siklus perdagangan yang membahayakan.
Pemungutan zakat dimasa Rasulullah dan khulafaurrasidin menjadi bukti arti penting bagi pembangunan Negara. Sehingga tidak ada bagi para ulama yang meragukan keefektifan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian, zakat merupakan usaha yang sangat efektif, efisien dan mempunyai daya guna untuk meningkat kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan umat islam pada masa itu.
Dalam Bab II pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Macam-macam zakat
1. Zakat Maal
Pengertian
a. Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya
b. Menurut syar'a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
1. Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
2. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.
Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati
1. Milik Penuh (Almilkuttam)
Yaitu : harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
2. Berkembang
Yaitu : harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
3. Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat
4. Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk ke-langsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
5. Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
6. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
Harta(maal) yang Wajib di Zakati
a. Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung).
b. Emas Dan Perak.
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
c. Harta Perniagaan.
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
d. Hasil Pertanian.
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
e. Ma-din dan Kekayaan Laut.
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.
f. Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Nishab dan Kadar Zakat
Harta Peternakan
a. Sapi, Kerbau dan Kuda.
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor) | Zakat |
30-39 40-59 60-69 70-79 80-89 | 1 ekor sapi jantan/betina tabi' 1 ekor sapi betina musinnah 2 ekor sapi tabi' 1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi' 2 ekor sapi musinnah |
Keterangan :
a. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2.
b. Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
b. Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb :
Jumlah Ternak(ekor) | Zakat |
40-120 121-200 201-300 | 1 ekor kambing (2th) atau domba (1th) 2 ekor kambing/domba 3 ekor kambing/domba |
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.
c. Ternak Unggas(ayam,bebek,burung,dll) dan Perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %
Contoh : Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:
1.Ayam broiler 5600 ekor seharga 2.Uang Kas/Bank setelah pajak 3.Stok pakan dan obat-obatan 4. Piutang (dapat tertagih) | Rp 15.000.000 Rp 10.000.000 Rp 2.000.000 Rp 4.000.000 |
Jumlah | Rp 31.000.000 |
5. Utang yang jatuh tempo | Rp 5.000.000 |
Saldo | Rp26.000.000 |
Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000.00= Rp 650.000.00
Catatan :
· Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
· Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00
d. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:
Jumlah(ekor) | Zakat |
5-9 10-14 15-19 20-24 25-35 36-45 45-60 61-75 76-90 91-120 | 1 ekor kambing/domba 2 ekor kambing/domba 3 ekor kambing/domba 4 ekor kambing/domba 1 ekor unta bintu Makhad 1 ekor unta bintu Labun 1 ekor unta Hiqah 1 ekor unta Jadz'ah 2 ekor unta bintu Labun 2 ekor unta Hiqah |
Keterangan: (a) Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih.
(b) Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
(c) Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
(d) Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
(e) Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
Emas dan Perak
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).
Contoh : Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :
Tabungan Uang tunai (diluar kebutuhan pokok) Perhiasan emas (berbagai bentuk) Utang yang harus dibayar (jatuh tempo) | Rp 5 juta Rp 2 juta 100 gram Rp 1.5 juta |
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.
Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :
1.Tabungan 2.Uang tunai 3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000 | Rp 5.000.000 Rp 2.000.000 Rp 1.000.000 |
Jumlah | Rp 8.000.000 |
Utang | Rp 1.500.000 |
Saldo | Rp 6.500.000 |
Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-
Catatan : Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.
2. PERNIAGAAN
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab)
Cara menghitung zakat : Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari bentuk di bawah ini :
a. Kekayaan dalam bentuk barang
b. Uang tunai dan Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.
Contoh : Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb :
1.Mebel belum terjual 5 set 2.Uang tunai 3. Piutang | Rp 10.000.000 Rp 15.000.000 Rp 2.000.000 |
Jumlah | Rp 27.000.000 |
Utang & Pajak | Rp 7.000.000 |
Saldo | Rp 20.000.000 |
Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang)
Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2(dua) cara:
1. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
2. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
Hasil Pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras).
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.
Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).
Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).
2. Zakat Profesi
Dasar Hukum
Firman Allah SWT: dan pada harta-harta mereka ada hak untuk oramng miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian. (QS. Adz Dzariyat:19)
Firman Allah SWT: Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW: Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu (HR. AL Bazar dan Baehaqi)
Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000.00 Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000.00 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000.00+625.000)=Rp.975.000.0/bulan. Apabila saldo rata-rata per-bulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab). Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo. |
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
Harta Lain-lain
1. Saham dan Obligasi .
Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
Contoh:
Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300. Total jumlah harta(saham) = 500.000 x Rp.5.300 = Rp.2.650.000.00. Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000.00 = Rp. 66.750.000.00 |
|
2. Undian dan kuis berhadiah
Harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maa wajib dizakati sebasar 20% (1/5)
Contoh:
Fitri memenangkan kuis berhadiah TEBAK OLIMPIADE berupa mobil sedan seharga Rp.52.000.000,- dengan pajak undian 20% ditanggung pemenang. Harta Fitri = Rp.52.000.000 - Rp.10.400.00 = Rp.41.600.000.00 Zakat = 20% x Rp.41.600.000,- = RP.8.320.000.00 |
|
3. Hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran
Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam:
1. Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa , maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta tersebut.
Contoh:
Pak Ahmad terpaksa menjual rumah dan pekarangannya yang terletak di sebuah jalan protokol, di Jakarta, sebab ia tak mampu membayar pajaknya. Dari hasil penjualan Rp.150.000.000,- ia bermaksud untuk membangun rumah di pinggiran kota dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran Rp.90.000.000,- selebihnya akan ditabung untuk bekal hari tua. Zakat =2.5%x(Rp.150.000.000.00- Rp.90.000.000.00) =Rp.1.500.000.00 |
|
2. Penjualan rumah (properti) yang tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil penjualannya.
Prinsip-prinsip Zakat dalam Islam
Menurut M.A. Manan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice (Lahore, 1970: 285) zakat mempunyai enam prinsip, yaitu[8]:
1. Prinsip keyakinan keagamaan (faith), menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayarannya tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum membayarkan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.
2. Prinsip pemerataan dan keadilan, cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu mebagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat manusia.
3. Prinsip produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.
4. Prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan bayar zakat adalah seseorang yang berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini merupakan suatu ibadat.
5. Prinsip kebebasan, menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyia tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut untuk orang yang sedang dihukum atau orang yang sedang sakit jiwa.
6. Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayanya akan menderita. (Mubyarto, 1986: 33).
Prinsip-prinsip pengelolaan zakat
Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsure pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan.
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
4. Prinsip Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu mengunggu bantuan dari pihak lain.[9]
Perkembangan pengelolaan zakat di beberapa Negara muslim
Pengelolaan zakat dibeberapa negara muslim sudah mengalami perkembangan yang baik. Contohnya adalah Negara Malaysia. Pengelolaan zakat di Negara Malaysia berada dibawah pengawasan langsung Majelis Agama Islam di setiap negeri bagian yang berjumlah sebanyak 14 buah. Adapun Pusat Pungutan Zakat (PPZ) berada dibawah Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur (MAIWP). Setiap Majelis Agama Islam mempunyai karyawan dari jawatan Agama Islam.
Selain di Malaysia, ada beberapa negara muslim yang turut aktif dalam institusi zakat seperti Quwait yang mempunyai lembaga zakat yang disebut dengan zakat house (darul zakah), yaitu lembaga yang mengelola semua urusan berkenaan dengan zakat dan merupakan salah satu lembaga kerajaan. Begitu juga di Pakistan, yang telah menerapkan institusi zakat kedalam pengelolaan negara.
Di beberapa Negara Muslim telah banyak mengembangkan tentang pengelolaan zakat, supaya dana zakat lebih bermanfaat dan berguna untuk semua masyarakat. Untuk itu, yang berlangsung di Jeddah membahas tentang zakat saham. Saham yang dianggap sebagai bagian prosentetif dari modal usaha, dirasa perlu untuk dikeluarkan zakatnya oleh para pemegang saham.
Pada Muktamar yang pertama, telah menetapkan bahwa zakat saham itu diikat berdasarkan posisi saham sebagai milik satu orang tertentu dengan prinsip penyatuan modal yang disebutkan dalam As Sunnah. Sebagian ulama mengqiyaskan tentang penyatuan zakat saham dengan zakat binatang ternak yang dikelola secara kolektif dan hal ini berlaku untuk semua jenis harta.
Sedangkan pada muktamar yang kedua, telah menelorkan pendapat yang sama pada mayoritas ulama. Mereka tidak mengacu pada prinsip penyatuan modal, tapi melihat masing-masing modal investasi secara terpisah. Dalam perusahaan-perusahaan dimana beberapa orang ikut andil untuk menanamkan investasi tidaklah dilihat secara kolektif dari seluruh modal dan keuntungan usaha. Maka harus dilihat modal masing-masing investor dengan keuntungan yang terpisah.
Setelah meneliti berbagai kajian yang sampai ke lembaga yang berkaitan dengan zakat perusahaan, pada akhirnya memutuskan :
Pertama : zakat wajib dikeluarkan dari saham-saham para peme-gangnya. Zakat itu dapat dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan mereka, kalau sudah ditetapkan pada peraturan dasar perusahaan atau ada SK dari pihak perusahaan sendiri atau sudah menjadi undang-undang Negara. Maka pada saat itu perusahaan harus mengurus pengeluaran zakatnya.
Kedua : pihak perusahaan mengeluarkan zakat dari saham –saham yang ada seperti seorang mengeluarkan zakat dari harta pribadinya. Dalam artian perusahaan menganggap semua modal saham para investor seprti modal sendiri. Maka zakat itu dikeluarkan berdasarkan keberadaan itu sebagi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, berdasarkan nishabnya dan jumlah yang harus dikeluarkan serta berbagai hal lain yang dijadikan syarat dalam zakat pribadi pada umumnya.[10]
Profil lembaga dan system pengelolaan zakat di Indonesia
Lembaga yang secara formal diakui oleh Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 sebagai lembaga yang berhak mengelola zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Oleh karena itu kedua lembaga ini memiliki peran dan fungsi yang strategis, baik dilihat dari perspektif pemberdayaan sosial-ekonomi umat maupun dari hubungan zakat dengan perpajakan.
Pembentukan BAZ merupakan hak otoritatif pemerintah, sehingga hanya pemerintah yang berhak membentuk BAZ, baik untuk tingkat nasional sampai tingkat kecamatan. Semua tingkatan tersebut memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. Badan Amil Zakat dibentuk sesuai dengan tingkatan wilayahnya masing-masing yaitu:
a. Nasional dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri,
b. Daerah Propinsi dibentuk oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi,
c. Daerah Kabupaten atau daerah kota dibentuk oleh Bupati atau Wali Kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota,
d. Kecamatan dibentuk oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan. [11]
Masa tugas kepengurusan badan amil zakat adalah selama 3 (tiga) tahun (pasal 13 Keputusan Menteri Agama).
Zakat yang sudah dikumpulkan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ) haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kepentingan mustahiq, sebagaimana digambarkan daam Al-quran surat At-taubah ayat 60, karena itu LAZ harus dikelola dengan amanah dan jujur, transparan dan professional.
Harta yang terkumpul dari pengumpulan zakat disalurkan langsung untuk kepentingan mustahiq, baik yan bersifat konsumtif maupun yang bersifat produktif. Dalam kaitan penyaluran zakat secara produktif, maka LAZ dan BAZ yang amanah, terpercaya dan professional diperbolehkan membangun perusahaan, pabrik dan lainnya dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya diberikan kepada para mustahiq dalam jumlah yang relatif besar, sehingga terpenuhi kebutuhan mereka dengan lebih leluasa.
BAZ dan LAZ merupakan badan lembaga yang terpercaya, penya-luran zakat melalui amil zakat adalah salah satu cara yang efisiensi dan efektifitas, karena baik LAZ maupun BAZ lebih mengetahui dimana saja daerah-daerah kemiskinan yang lebih membutuhkan, siapa-siapa saja yang harus diprioritaskan dalam memperoleh bantuan dana zakat, termasuk berapa besar bantuan yang pantas mereka peroleh untuk mengurangi kesulitan dan penderitaan mereka.
Dengan sistem inilah, penyaluran dan pendistribusian zakat oleh amil zakat dapat lebih merata Pada zaman Khulafaur Rasyidin, pelaksanaan zakat bukan sekedar amal karikatif (kedermawanan) tetapi juga merupakan kewajiban yang bersifat otoritatif (ibari), karena zakat tidaklah seperti puasa, shalat dan ibadah haji yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada individu masing-masing, tetapi juga disertai keterlibatan aktif pemerintah melalui para petugasnya (amil zakat) yang amanah, jujur, terbuka dan profesional. Maka sebaliknya, jika pelaksanaan zakat langsung diserahkan kepada setiap muzakki, maka nasib dan hak orang-orang miskin terhadap orang-orang kaya tidak akan memperoleh jaminan yang pasti, baik jaminan ekonomi maupun hukum.
Peraturan Undang-undang dan PMA
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1998 dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Dalam Bab II pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Struktur Organisasi pengelola zakat
1. Badan Amil Zakat Nasional
Badan amil zakat nasional terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum, dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi pendistribusian, divisi pendaya-gunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja secara profesional dan full time.
Dewan pertimbangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota. Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang anggota.
2. Badan Amil Zakat Propinsi
Badan amil zakat Propinsi terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum, dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja secara profesional dan full time.
Dewan pertimabangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota. Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang anggota.
3. Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota
Badan amil zakat Kabupaten/Kota terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum, dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja secara profesional dan full time.
Dewan pertimabangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anggota. Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anggota.
4. Badan Amil Zakat Kecamatan
Badan amil zakat Kecamatan terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum, dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja secara profesional dan full time.
Dewan pertimabangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anggota. Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anggota.
Kontribusi zakat bagi perekonomian umat
Mengapa zakat dapat memberi nilai tambah? Hal ini dapat dikomparasikan dengan ilmu dan hukum ekonomi yang disebut dengan nilai tambah (Added value). Teori tersebut menyatakan meningkatnya daya beli konsumen terutama golongan ekonomi lemah, pasti meningkatkan pula kegiatan ekonomi dan perdagangan yang juga dapat meningkatkan bagi pihak produsen. Maka dengan pemerataan distribusi harta yang berupa zakat yang diterima golongan ekonomi lemah, yang selanjutnya digunakan dalam proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya.
Demikian pula keadaan orang yang mengeluarkan zakat, yang secara ekonomi harta zakat itu akan berputar secara simbiosis antara orang kaya dengan orang miskin, dengan hal itu dapat meningkatkan income dan laju pertumbuhan ekonomi khususnya (gol. Ekonomi lemah) dan perekonomian suatu negara umumnya. Zakat dapat memberi efek positif dari berbagai pihak (multiplier effect) yang akan menumbuh suburkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Tujuan dari zakat bagi kepentingan masyarakat :
- Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang solidaritas sosial di kalangan masyarakat
- Menangulangi biaya yang timbul akibat berbagai bencana
- Menutup biaya-biaya yang timbul akibat konflik.
- Menyediakan sesuatu dana taktis dan khusus.
Jika kita tinjau dari aspek Perekonomian, bahwa tidak ada unsur-unsur zakat yang menjadikan masyarakat melarat. Bahkan kalau kita telusuri lebih dalam lagi, bahwa zakat mempunyai peran penting dalam menciptakan masyarakat yang makmur dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Sebenarnya zakat dari sector non-produktif menghasilkan dana zakat yang lebih besar dari pada sector produktif. Dengan besarnya zakat di sector non-produktif diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya ke sector produktif. Dengan mengalihkan dana ke sektor produktif, maka input produksi akan meningkat ditandai dengan meningkatnya permintaan atas sejumlah factor produksi, seperti meningkatnya jumlah tenaga kerja.
Disamping dapat mempengaruhi aspek ekonomi, zakat juga dapat mempengaruhi sector pemberdayaan sumber daya manusia. Zakat memberikan kontribusi yang tak kalah besarnya dengan pajak. Dengan adanya zakat mental para mustahik diharapkan dapat biasa menjadi seorang yang lebih maju dan tidak bergantung pada belas kasih orang lain. Berikut efek dari dana zakat :
• Bersifat Pemberdayaan Ekonomi
– Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang
– Mustahik punya potensi, skill, wirausaha
• Bersifat Pemberdayaan SDM
– Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang
– Mustahik punya potensi: cerdas dan atau bakat ketrampilan
Prospek, kendala dan Strategi pengelolaan Zakat
Saat ini peran lembaga pengelola zakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meskipun masih banyak kendala-kendala. Diantaranya :
1. Masih banyak masyarakat yang memahami bahwa zakat bukan merupakan suatu kewajiban dan pelaksanaanya dapat dipaksakan.
2. Zakat kadang kala masih disamakan dengan pajak sehingga dijadikan legitimasi masyarakat untuk tidak mengeluarkan zakatnya.
3. Di Indonesia sudah banyak lembaga zakat, namun terasa lembaga ini kurang efektif untuk mengakomodasi sumber-sumber zakat.
4. Keberadaan UU zakat belum sepenuhnya diimplementasikan. Hal ini disebabkan struktur birokrasi pemerintahan yang kurabf akomodatif terhadap keberadaan system islam dalam membangun system ekonomi Negara.
Adapun untuk menutupi kekurangan tersebut, maka kita perlu strategi yang tepat supaya zakat dapat terkumpul dan tersalurkan dengan mudah dan tepat, diantaranya :
a. Zakat perlu disosialisasikan bukan hanya di wilayah keagamaan saja, tetapi zakat perlu disampaikan ditempat-tempat umum.
b. Adanya peningkatan tentang pemahaman tentang zakat yang sebenarnya.sebab kurangnya pemahaman masyarakat tentang zakat, maka tidak hanya melalui pendekatan agama saja, tapi juga dengan pendekatan ekonomi, sosial, budaya dan politik.
c. Perlunya peningkatan koordinasi antar lembaga-lembaga zakat, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dapat diawali dari keadaan seperti ini.
d. Keberadaan UU tentang zakat memberikan peluang untuk mendirikan lembaga zakat sebanyak-banyaknya. Setidaknya UU ini menjadi legitimasi bagi umat Islam dalam mengembangkan lembaga zakat.
Undang-Undang Zakat
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : | a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing; b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat; c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu; d. bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan; e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a,b,c, dan d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat. |
Mengingat : | 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839). |
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : | UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT |
BAB 1 KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
5. Agama adalah agama Islam.
6. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang agama.
Pasal 2
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal 3
Pemerintahan berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzzaki, mustahiq, dan amil zakat.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 4
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 5
Pengelolaan zakat bertujuan:
1. meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;
2. meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial;
3. meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
BAB III ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
Pasal 6
1. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
2. Pembentukan badan amil zakat:
a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi;
c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota;
d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecematan.
3. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif.
4. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu
5. Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas, dan unsur pelaksana.
Pasal 7
1. Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah.
2. Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 8
Badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB IV PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 11
1. Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
2. Harta yang dikenai zakat adalah:
a. emas,perak, dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. hasil pertambangan;
e. hasil peternakan;
f. hasil pendapatan dan jasa;
g. rikaz
3. Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.
Pasal 12
1. Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzzaki atas dasar pemberitahuan muzzaki.
2. Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzzaki yang berada di bank atas permintaan muzzaki.
Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.
Pasal 14
1. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) muzzaki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzzaki untuk menghitungnya.
2. Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat ata lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB V PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Pasal 16
1. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
3. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqa, hibah, wasiat, waris, dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.
BAB VI PENGAWASAN
Pasal 18
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 ayat (5).
2. Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota
3. Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
4. Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat emminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 20
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat.
BAB VII SANKSI
Pasal 21
1. Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat sabagimana dimaksudkan dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman kurunngan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyanya Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
2. Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.
3. Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 22
Dalam hal muzzaki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Repulik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat Nasional. |
Pasal 23
Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat.
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
1. Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
2. Selambat-lambatnya dua tahn sejak diundangkannya undang-undang ini, setiap organisasi pengelola zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang ini.
BAB X PENUTUP
Pasal 25
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 |
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE |
PENUTUP
Kesimpulan
Lembaga zakat mengandung potensi luar biasa untuk memperbaiki masyarakat. Lembaga ini harus kita manfaatkan dalam suatu cara yang sistematis melalui badan pemerintah, guna membiayai program kesejahteraan sosial dan jaminan sosial negara. Seluruh komponen pengelola zakat di Indonesia melalui organisasi asosiasinya, yaitu Forum Zakat (FOZ) telah dengan susah payah menyusun cetak biru zakat Indonesia. Di dalamnya disebutkan tahapan penataan zakat di Indonesia. Bahwa pada masa sekarang ini (periode sampai 2015) adalah tahapan menyiapkan kerangka landasan menuju integrasi zakat nasional. Dimana fokus kita semua saat ini adalah memperbaiki kualitas amil zakat (baik individu perorangan maupun organisasinya) dan membuat berbagai standar manajemen untuk panduan pengelolaan dan pengawasan kinerja OPZ. Sekaligus melakukan kerjasama, sinergi dan aliansi dalam rangka mencapai integrasi zakat nasional yang sebaik-baiknya. Semoga kita semua tetap berkomitmen dan bekerja sepenuh hati dalam memperbaiki perzakatan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
v Prof. H. A. Djahuli dan Drs. Yadi Janwari M.Ag. Lembaga – Lembaga Perekonomian Umat. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta : September, 2002. Cetakan I.
v TIM manajemen Prides. 2008. Kompilasi perundang-undangan tentang Ekonomi Syariah. Jakarta: Gaung Persada Press.
v Mohammad Daud Ali, 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Jakarta: UI-Press.
v K.H. Didin Hafidhuddin. 2002. Zakat dalam perekonomian modern. Jakarta: Gema Insani.
v M. Abdul Mannan. 1997. Teori dan Praktek ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
v 2007. Pedoman Pengelolaan Zakat. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI.
v http://akhirulsholeh.wordpress.com/2008/06/19/tentang-pengelolaan-zakat.html
v http://gerakanzakatindonesia.blogspot.com/2009/03/menimbang-sentralisasi-zakat.html
[1] Mohammad Daud Ali, 1988. sistem ekonomi islam zakat dan wakaf. Jakarta: UI-Press. Hal 38-39
[2] H.A. Djazuli dan Yadi Janwari. Lembaga-lembaga perekonomian umat (sebuah pengenalan), hal. 39
[3] Prides, Tim Manajemen. Kompilasi Perundang-undangan tentang Ekonomi Syariah. Hal 178
[4] Opcit hal 39-40
[5] http://akhirulsholeh.wordpress.com/2008/06/19/tentang-pengelolaan-zakat/
[6] K.H. Didin Hafidhuddina. 2002. Zakat dalam perekonomian modern. Jakarta: Gema Insani. Hal 126
[7] ibid
[8] Mohammad Daud Ali, 1988. sistem ekonomi islam zakat dan wakaf. Jakarta: UI-Press. Hal 39-40
[9] H.A. Djazuli dan Yadi Janwari. Lembaga-lembaga perekonomian umat (sebuah pengenalan), hal 45-47
[10] http://akhirulsholeh.wordpress.com/2008/06/19/tentang-pengelolaan-zakat
[11] Undang-undang Republik Indonesia NO 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat